Kedudukan Hukum Sppt Pbb Sebagai Alat Bukti Kepemilikan Tanah Yang Sah Menurut Ketentuan Perundang-Undangan
DOI:
https://doi.org/10.24903/yrs.v17i2.3635Keywords:
Kepemilikan Tanah; SPPT PBB; Girik; Leter C; UUPA; Sertifikat;Abstract
Latar Belakang:
Tanah memiliki peranan penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia, baik sebagai tempat tinggal, sarana produksi, maupun aset ekonomi. Untuk menjamin kepastian hukum, pemerintah menetapkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) sebagai dasar hukum pertanahan. Namun, masih banyak masyarakat yang menggunakan dokumen administratif seperti Girik bekas tanah partikelir, Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan Leter C Desa sebagai bukti kepemilikan, meskipun secara hukum dokumen tersebut bukanlah alat bukti kepemilikan hak atas tanah.
Metode Penelitian:
Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan yurisprudensi. Jenis penelitian bersifat deskriptif-analitis, dengan data diperoleh dari bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan, bahan hukum sekunder dari literatur hukum, serta bahan hukum tersier sebagai penunjang analisis.
Hasil Penelitian:
Hasil kajian menunjukkan bahwa sertifikat tanah yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) merupakan satu-satunya bukti kepemilikan hak atas tanah yang sah dan kuat menurut hukum. Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Girik, maupun Leter C hanya memiliki fungsi administratif atau sebagai bukti permulaan, bukan bukti kepemilikan. Yurisprudensi Mahkamah Agung menegaskan bahwa dokumen-dokumen tersebut tidak dapat dijadikan dasar kepemilikan hak atas tanah.
Kesimpulan:
Sertifikat tanah mempunyai kekuatan hukum tertinggi sebagai alat bukti kepemilikan tanah di Indonesia. Sementara itu, Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Girik, dan Leter C tidak dapat dijadikan dasar pembuktian hak, melainkan hanya berfungsi sebagai bukti pendukung. Oleh karena itu, proses pendaftaran tanah melalui Badan Pertanahan Nasional (BPN) menjadi langkah penting untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hak bagi masyarakat.
Downloads
References
Amad Sudiro dan Deni Bram, 2013, Hukum dan Keadilan: Aspek Nasional & Internasonal, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta
Harsono, Boedi. Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang- Undang Pokok Agraria, isi dan Pelaksanannya, Jakarta: Djambatan,2005.
Harsono, Boedi Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang- Undang Pokok Agraria, isi dan Pelaksanannya, Jakarta: Universitas Trisakti, 013.
Harsono, Boedi Hukum Agraria Indonesia, Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum Tanah, Jakarta: Djambatan, 2008.
Mertokusumo, Sudikno. Perundang-undangan Agraria Indonesia, Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 2011.
Parlindungan, A.P. Pedoman Pelaksanaan UUPA dan Tata Cara Pejabat Pembuat Akta Tanah, Bandung: Alumni, 1982.
Soemitro, Ronny Hanitijo. Metodologi Penelitian Hukum dan Yurimetri, Jakarta: Ghalia, 1990.
Soejono dan H. Abdurrahman, Prosedur Pendaftaran Tanah, Jakarta: Rineka Cipta, 2003.
Sukanti, Arie. Renvoi, Jembatan Informasi Rekan, 3 Maret 2016.
Downloads
Published
How to Cite
Issue
Section
License
Copyright (c) 2025 AHMAD IMRON; AHMADI

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.

